Minggu, 19 Januari 2014

KONTRAS MEDIA PADA RADIOGRAFI


Pengertian

Media Kontras
Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostic medik.
Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (Bahan kontras positif) atau menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar udara atau gas). Ada berbagai macam jenis kontras tergantung dari muatannya, cara pemberian dan lain sebagainya.

Jalur Pemberian Media Kontras

a. Pemberian Media Kontras per oral (barium meal)
Yakni pemberian media kontras per oral atau melalui mulut pasien dengan cara meminum atau menelen media kontras, umumnya media kontras barium sulfat.
b. Pemberian Media Kontras per anal (barium enema untuk usus besar & usus halus)
Yakni pemberian media kontras melalui dubur atau anus dalam bentuk media kontras dimasukan melalui dubur layaknya enema dengan bantuan rectal kateter.
c. Pemberian Media Kontras intravascular (umumnya media kontras iodium)
Yakni pemberian media kontras melalui injeksi intra vascular (i.v), biasanya bahan kontras yang berbasis iodium, (akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya).
d. Pemberian Media Kontras intra arterial, intrathecal (tulang belakang) dan intraabdominally (hampir pada seluruh rongga tubuh atau ruang yang potensial)
Pemberian media kontras melalui injeksi intra arteri (i.a) dan lain sebagainya disesuaikan dengan objek yang akan diperiksa atau ruang yang potensial untuk memasukan media kontras.

Syarat & Kegunaan Media Kontras

  • Atom berukuran besar, sehingga mampu menyerap sinar-x
  • Berbentuk cairan, sehingga mampu mengisi rongga tubuh
    • Adapun Kegunaan Dari Media Kontras :
      • Visualisasi saluran kemih (ginjal, vesika & saluran kemih)
      • Visualisasi pembuluh darah (anggota badan, otak, jantung, ginjal)
      • Visualisasi saluran empedu (kandung dan saluran empedu)
      • Visualisasi saluran cerna (lambung dan usus)

Klasifikasi Media Kontras

A. Berdasarkan Kemampuan Menyerap Sinar-X
Secara umum media kontras dibedakan menjadi dua yakni media kontras positif dan media kontras negatif. Bahan kontras yang dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X atau bahan kontras positif yakni media kontras yang memberikan efek gambaran opaque (putih) dalam citra radiografi, sedangkan media kontras yang digunakan untuk menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar udara atau gas) adalah media kontras yang digunakan untuk memberikan efek gambaran lucen (hitam) dalam citra radiografi. Selain itu bahan kontras juga digunakan dalam pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging), namun metode ini tidak didasarkan pada sinar-X tetapi mengubah sifat-sifat magnetic dari inti hidrogen yang menyerap bahan kontras tersebut. Bahan kontras MRI dengan sifat demikian adalah Gadolinium.
Ada dua jenis bahan baku dasar dari bahan kontras positif yang digunakan dalam pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium. Sebuah tipe bahan kontras lain yang sudah lama adalah Thorotrast dengan senyawa dasar thorium dioksida, tapi penggunaannya telah dihentikan karena terbukti bersifat karsinogen.
a. Media Kontras Non – Iodinated/tidak mengandung yodium (Barium sulfat).
Bahan kontras barium sulfat, berbentuk bubuk putih yang tidak larut. Bubuk ini dicampur dengan air dan beberapa komponen tambahan lainnya untuk membuat campuran bahan kontras. Bahan ini umumnya hanya digunakan pada saluran pencernaan; biasanya ditelan atau diberikan sebagai enema. Setelah pemeriksaan, bahan ini akan keluar dari tubuh bersama dengan feces.
  • Adapun cirri-cirinya :
  1. Contoh (BaSO4O) garam tidak larut air
  2. Menggunakan stabilizer à mencegah suspense terurai
  3. Ditambahkan zat perasa (oral)
  4. Dapat secara oral atau rectal (enema)
  5. Ekskresi via feses
b. Media Kontras Iodinated (mengandung yodium)
Bahan kontras iodium bisa terikat pada senyawa organik (non-ionik) atau sebuah senyawa ionic. Bahan-bahan ionic dibuat pertama kali dan masih banyak digunakan dengan tergantung pada pemeriksaan yang dimaksudkan. Bahan-bahan ionic memiliki profil efek samping yang lebih buruk. Senyawa-senyawa organik memiliki efek samping yang lebih sedikit karena tidak berdisosiasi dengan molekul-molekul komponen. Banyak dari efek samping yang diakibatkan oleh larutan hyperosmolar yang diinjeksikan, yaitu zat-zat ini membawa lebih banyak atom iodine per molekul. Semakin banyak iodine, maka daya attenuasi sinar-X bertambah. Ada banyak molekul yang berbeda. Media kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan tidak berbahaya bagi tubuh. Bahan-bahan kontras ini banyak dijual sebagai larutan cair jernih yang tidak berwarna. Konsentrasinya biasanya dinyatakan dalam mg I/ml. Bahan kontras teriodinasi modern bisa digunakan hampir di semua bagian tubuh. Kebanyakan diantaranya digunakan secara intravenous, tapi untuk berbagai tujuan juga bisa digunakan secara intraarterial, intrathecal (tulang belakang) dan intraabdominally – hampir pada seluruh rongga tubuh atau ruang yang potensial.

Adapun pembagiannya :

Mengandung minyak (oily iodinated CM)
  • Vehikel berupa minyak tumbuhan (poppy seed)
  • Digunakan untuk Arthrografi, HSG, Limfografi, Fistulografi, Mielografi)
  • Kekurangan :
    • Eliminasi dalam tubuh sangat lambat, butuh waktu lama
    • Dapat mengakibatkan peradangan meanings (mielografi)
    • Dapat mengakibatkan emboli pulmoner (limfografi)
    • Harus segera dihilangkan setelah tindakan diagnostic selesai dilakukan
Larut air (Water soluble CM)
  • Dibagi menjadi :
    • Pyridone
    • Asam alkil sulfonik yodium
    • Derivat asam triiodinated aromatic, dibagi lagi menjadi :
      • Ionik
      • Non-Ionik
Tidak larut air (Water-insoluble CM)
  • Digunakan secara oral, diserap melalui usus
  • Contoh : golongan phtalein
    • Tetragnost
    • Derivat atophane
    • Derivat asam cinnamic
    • CM derivate aromatictriiodinated
    • CM derivate heterosiklik triiodinated
 SUMBER : http://ajunkdoank.wordpress.com/tag/media-kontras/

CT SCAN PENDETEKSI DINI KANKER PARU-PARU

CT Scan Pendeteksi Dini Kanker Paru-Paru. 

SEBUAH CT Scan khusus bagi perokok berat tengah dikembangkan. Alat ini mampu mendeteksi kanker paru-paru lebih dini agar menurunkan risiko kematian.

Bagi perokok berat, sebaiknya wajib membaca ini. Sebuah studi terbaru menunjukkan, Anda bisa menjalani tes skrining berupa CT Scan khusus yang dapat mendeteksi kanker paru-paru lebih dini untuk menurunkan tingginya risiko kematian. 

Bukti lainnya bahwa tes skrining ini juga dapat membantu melawan sejumlah jenis kanker pembunuh utama lainnya. Namun, tantangannya saat ini adalah memutuskan siapa yang harus mendapatkan CT Scan ini dan seberapa sering tes akan berlangsung?

Pertanyaan ini penting karena tindakan CT Scan sendiri berisiko, antara lain paparan radiasi berulang dan banyak pertandapalsu yang memicu seseorang tidak perlu melakukan tes, bahkan operasi.

“Penemuan ini memiliki implikasi penting bagi kesehatan masyarakat, dengan potensi untuk menyelamatkan nyawa banyak orang di antara mereka yang berisiko besar untuk kanker paru-paru,” kata Direktur National Cancer Institut Dr Harold Varmus, yang merilis hasil studi ini, Kamis (4/11) seperti dikutip Associated Press.

“Namun, (sampai saat ini) kami tidak tahu cara ideal sebelum melakukan pemeriksaan ini,” lanjutnya.

Pakar spesialis dari American Cancer Society -yang tidak merekomendasikan skrining karena kurangnya bukti- direncanakan akan mengevaluasi temuan ini berdasarkan seluruh data yang telah diterbitkan dalam beberapa bulan.

“Sampai saat itu, nasihat terbaik yang dapat kami berikan adalah mendorong orang untuk melakukan diskusi dengan dokter mereka tentang apakah skrining kanker paru-paru tepat bagi mereka,” kata kepala petugas medis Dr Otis Brawley.

Standar sinar X di seputar dada tidak terbukti cukup ampuh mengurangi kematian akibat kanker paru-paru sehingga peneliti beralih ke CT Spiral, dengan pemindai berputar mengambil gambar paruparu dari berbagai sudut. Namun, penelitian dengan tingkat kecil sebelumnya telah memberikan hasil beragam tentang hasil CT tersebut.

Dalam penelitian ini, National Lung Screening Trial secara luas meneliti 53.000 perokok berat atau mantan perokok tanpa gejala awal kanker untuk mencoba menyelesaikan perdebatan. Ditemukan angka kematian20% lebih sedikit dari kanker paru-paru pada mereka yang menjalani CT spiral dibandingkan mereka yang diberikan sinar X dada.

Perbedaan yang cukup signifikan ini mengakhiri penelitian lebih awal. Perbedaan yang sebenarnya, mereka yang mendapat CT spiral, sebanyak 354 orang meninggal dunia selama masa studi delapan tahun, dibandingkan dengan 442 kematian di antara mereka yang mendapat sinar X pada dadanya.

Tetapi dengan sekitar 200.000 penderita kanker paru-paru baru yang didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya dan 159.000 kematian di antaranya, pengurangan sederhana angka kematian dapat diterjemahkan menjadi keuntungan besar.

Saat ini kanker paru-paru biasanya bisa diagnosis saat sudah stadium tinggi dan tingkat kelangsungan hidup ratarata lima tahun hanya 15%. Namun, saran terbaik untuk menghindari kanker paru-paru, seperti NCI tekankan, yaitu berhenti merokok. Perokok dan mantan perokok telah lama mencari pemindai dengan harapan bisa mendeteksi kanker paru-paru lebih dini.

“Jelas itu menyelamatkan nyawa,” kata Dr Stephen Swensen dari Mayo Clinic, di antara 33 situs yang melakukan penelitian besar.

“Tapi karena dia membawa beban yang tidak perlu tes dan pengobatan, masyarakat mencari tahu apakah kami mampu melakukannya,” ujar Swensen.

“Kami ingin memastikan bahwa apa yang kami sarankan sudah tepat dibanding yang semua orang lakukan dan bertanya untuk itu,” tambah Dr Edward F Patz Jr dari Duke University, yang berada di komite yang membantu merancang dan mengawasi penelitian.

Uji coba terbaru yang melihatkan orang berusia 55–74 tahun yang sedang atau sudah sangat perokok berat, mengisap setidaknya 30 dus rokok per tahun atau setara dengan satu bungkus rokok per hari selama 30 tahun, atau dua bungkus per hari selama 15 tahun.

Mereka menjalani pemindaian sekali dalam tahun -baik CT spiral atau sinar X standar di dada- selama tiga tahun, dan kemudian kesehatan mereka terus dipantau. Varmus menekankan bahwa studi ini tidak memberikan data apakah skrining membantu perokok ringan atau perokok muda.

Ada risiko bahwa CT sering salah mendeteksi jaringan parut dari infeksi lama atau beberapa benjolan jinak lainnya untuk kanker sehingga sekitar 25% penerima CT spiral mendapatkan peringatan yang palsu.

“Dalam studi Mayo Clinic sebelumnya soal CTspiral, lebih dari 70% di antara partisipan memiliki gejala palsu. Karena penelitian tersebut memantau nodul paru-paru yang lebih kecil, di mana pada penelitian terbaru ini diabaikan,” ungkap Swense.

Lalu ada pertanyaan soal radiasi. Studi baru tentang penggunaan CT spiral dosis rendah, setara dengan radiasi dari mamogram. Itu jauh lebih rendah dibandingkan radiasi yang dipancarkan CT Scan yang biasa digunakan untuk mendiagnosa berbagai kondisi medis, tetapi beberapa kali memancarkan sinar X lebih dari standar.

“NCI akan menganalisis apakah paparan radiasi dari tiga pemindai dalam studi ini akan mengubah risiko seumur hidup perokok dengan kanker yang terkena radiasi. Dosis dapat bervariasi di rumah sakit berbeda dengan menggunakan pemindai berbeda, tetapi setiap penggunaan CT Scan untuk pemeriksaanharusberdosisrendah,” kata Swensen.

CT SCAN

CT SCANNER 


1. DEFINISI
CT Scan ( Computed Tomography Scanner ) adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.
CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal utk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan, rongga perut.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu :
a.Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
b.Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
c.Brain contusion.
d.Brain atrofi.
e.Hydrocephalus.
f.Inflamasi.


Gambar 1. CT scan

2. PRINSIP DASAR
Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih (overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.
CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-in nya).
Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.

3. PRINSIP KERJA 









Gambar 3. Bagan Prinsip Kerja CT Scanner
Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan sinarnya di proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/D C) yang kemudian dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager.
Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya. Pengurangan intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis bahan dan energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi yang dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi terusan ini dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data masukan yang kemudian diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.
• Pemrosesan data
Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4. Collimator dan Detektor
Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :

Gambar 5. Proses pembentukan citra
Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.
Hasilnya dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film. Berikut contoh citra yang diperoleh dalam proses scanning menggunakan CT Scanner :

Gambar 6.Hasil whole body scanning


4. APLIKASI CT SCAN
CT Scanner memiliki kemampuan yang unik untuk memperhatikan suatu kombinasi dari jaringan, pembuluh darah dan tulang secara bersamaan. CT Scanner dapat digunakan untuk mendiagnose permasalahan berbeda seperti :
• Adanya gumpalan darah di dalam paru-paru (pulmonary emboli)
• Pendarahan di dalam otak ( cerebral vascular accident)
• Batu ginjal
• Inflamed appendix
• Kanker otak, hati, pankreas, tulang, dll.
• Tulang yang retak

5. PERKEMBANGAN TERKINI CT SCAN 

CT Scan Terbaru Pangkas Radiasi 90%

Go4HealthyLife.com, Jakarta - Meski amat berguna untuk meneliti lebih dalam terhadap sebuah penyakit, namun teknologi pemindaian dengan memanfaatkan sinar X, seperti CT scan ini memancarkan radiasi tinggi yang berpotensi merusak jaringan di dalam tubuh. Untuk itu, para ahli berlomba-lomba menghasilkan CT scan yang rendah radiasi.

Hasilnya adalah sebuah CT scan jantung terbaru yang diklaim memiliki radiasi yang jauh lebih rendah dibandingkan CT scan standar. Coba bayangkan, radiasi dari CT scan teranyar ini sekitar 91% lebih rendah ketimbang CT scan yang digunakan saat ini.       

"CT angiography koroner telah membangkitkan antusiasme tinggi belakangan ini terkait dengan akurasinya yang sanat tinggi dalam mendiagnosis pasien yang diduga atau sudah terserang penyakit jantung koroner. Namun, antusiasme itu terganggu oleh kekhawatiran mengenai tingginya radiasi yang akan diterima si pasien," ujar Dr. Andrew J. Einstein, direktur cardiac CT research di Columbia University Medical Center.

Einstein bersama timnya membandingkan pemancaran radiasi dari CT scan standar yang memiliki 64 detektor -- yang mampu memindai jantung sepanjang 4 sentimeter dalam sekali pemindaian -- dengan CT scan teranyar yang memiliki 320 detektor, yang dapat memindai jantung 16 cm. Itu artinya, keseluruhan panjang jantung dapat dipindai dalam sekali rotasi dan dalam satu kali denyutan.  

Dengan teknologi terbaru ini, dijamin gambar yang dihasilkan lebih jelas dan tak putus-putus. Terlebih lagi, radiasi yang diterima pasien amat kecil karena durasi pemindaian hanya sekitar 0,35 detik, kata Einstein dalam pernyataannya di Radiological Society of North America.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Radiologi terbitan Maret itu juga ditemukan bahwa dosis radiasi efektif adalah sebesar 35,4 millisievert (mSv) untuk CT scan yang memiliki detektor 64 baris dan 4,4 mSv untuk CT scan 320 baris detektor.

Ketika kemampuan teknologi CT meningkat dari 16 menjadi 64 detektor, dosis radiasinya naik secara signifikan. Saat ini perkembangan teknologi berjalan ke arah yang berlawanan, yaitu mulai mengurangi pancaran radiasi.


6. DAFTAR PUSTAKA
http://www.go4healthylife.com/articles/572/1/CT-Scan-Terbaru-Pangkas-Radiasi-90-/Page1.html
http://en.wikipedia.org/wiki/X-ray_computed_tomography

PELVIMETRI


TINJAUAN TEORI
1.1. Anatomi Pelvis
Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu: 1)os coxae (os ilium, os ischium, os pubis) 2) os sacrum dan 3) os coccigeus. Tulang-tulang tersebut satu sama lain saling berhubungan. Os illium merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista iliaka. Ujung-ujungnya disebut spina iliaka anterior superior dan spina illiaka posterior superior. Os ischium merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjilan di belakang disebut tuber ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis terdiri dari ramus superior dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os ilium., sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen obturatorius. Kedua os pubis bertemu dan simetris.

Sakrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sakralis. Vertebra pertama paling besar menghadap ke depan. Pinggir atas vertebta ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan sacrum berbentuk konkaf. Os koksigis merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra koksigis.

Gb. 1 Tulang Pembentuk Pelvis


1.2. Jalan Lahir.
Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang terdiri dari pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis diatas linea terminalis yang tidak banyak pentingnya dalam obstetric. Yang lebih penting adalah pelvis minor, dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan pintu bawah panggul (outlet). Pelvis minor berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung ke depan (sumbu carus).

Gb. 2. Potongan Sagital Panggul
A. Pintu Atas Panggul 

Pintu atas panggul (PAP) merupakan suatu bidang yang dibatasi disebelah posterior oleh promontorium, dilateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas simpisis. Pada panggul ginekoid PAP hampir bundar, kecuali di daerah promontorium agak masuk sedikit. Ukuran ukuran pintu atas panggul :
  1. Diameter anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan posterior simpisis. Disebut juga conjugate obstetrika.
  2. Konjugata diagonalis yaitu jarak tepi bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat diukur dengan memasukan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba meraba promontorium. Pada panggul normal tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm.
  3. Konjugata vera yaitu jarak tepi atas simfisis dengan promontorium didapat dengan mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm 
  4. Diameter tranversa adalah jarak terjauh garis lintang PAP, biasanya 12,5-13 cm
  5. Diameter oblique adalah garis persilangan konjugata vera dengan diameter tranversa ke artikulasio sakroiliaka.
Gb. 3. Pintu Atas Panggul
B. Ruang Panggul  
Ruang panggul merupakan saluran diantara PAP dan Pintu bawah panggul (PBP). Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simpisisnya. Dinding posterior dibentuk oleh ossakrum dan os koksigis, sepanjang ±12 cm. Karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.
 Gb.4. Ruang Panggu
C. Pintu Bawah Panggul  
Batas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5-10 cm. PBP berbentuk segi empat panjang disebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis, dilateral oleh tuber ischii. Dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis ) adalah ± 90 derajat . Jika kurang dari 90 derajat , lahirnya kepala janin lebih sulit karena kepala memerlukan labih banyak tempat ke posterior.  
D. Jenis Panggul  
Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :
  1. Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hamper sama dengan transversa
  2. Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi diameter tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian ventral menyempit ke muka. Ditemukan pada 15% wanita 
  3. Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 % wanita. Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter tranversa 
  4. Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar dapirada diameter anteroposterior.
 Tipe panggul campuran disebut bila tidak memenuhi criteria 4 macam bentuk pelvis dasar yang dibagi oleh Cadwell. Untuk menentukan kombinasi ini mula mula yang disebut adalah jenis segmen pelvis bagian belakang dahulu kemudian baru bagian segmen depan.
 Gambar 5. Pintu atas panggul (klasifikasi Caldwell-Moloy)
1.3. Indikasi Pemeriksaan Pelvimetri  
  • Pada anamnese terdapat riwayat
    1. Kesulitan persalinan 
    2. Persalinan midforceps 
    3. Kematian janin yang tidak dapat diterangkan 
  •  Palpasi
    • Pintu atas panggul
      1. Terabanya promontorium pada toucher vagina 
      2. Kepala janin diluar simpisis 
      3. Kegagalan dalam usaha penekanan kepala janin kedalam PAP 
    • Pintu bawah panggul
      1. Kepalan tangan yang tidak masuk antara tuberositas ischiadika 
  • Tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan persalinan.


PEMBAHASAN DAN HASIL

2.1. Sejarah dan Definisi Pelvimetri 

Pelvimetri radiology pertama kali dikembangkan oleh Albert di jerman serta Budin dan Varnier di prancis pada tahun 1895. sejak saat itu banyak tulisan yang dibuat mengenai pelvimetri, yang berhubungan dengan macam-macam tehnik pengukuran. Dari yang mudah hingga yang sukar dengan suatu kecenderungan saat ini untuk kembali lagi pada cara yang mudah. Thoms menerbitkan hasil karyanya tentang pelvis pada tahun 1922,dan saat ini banyak dijadikan sebagai pedoman metode-metode radiology. Johnson, Cliffort dan Hodges melakukan penelitian dalam metode posisi untuk mengurangi bayangan palsu agar didapat ukuran yang sebenarnya. Guthmann, pada tahun 1928 adalah orang yang pertama menegaskan pentingnya proyeksi lateral pelvis untuk pengukuran diameter sagital. Ball pada tahun 1932 menegaskan pentingnya sifat-sifat kwalitatif terhadap masalah penyesuaian kepala janin terhadap pelvis dalam mekanisme persalinan yang disebut pelvimetri dan sepalometri. 
Metode ini sukar dikerjakan karena :
  1. Jarak objek tidak dapat diukur dengan seksama oleh karena objek adalah kepala yang letaknya dalam pelvis yang kebanyakan kasus tidak horizontal dan tidak terdapat titik anatomi yang tetap untuk dilokalisasi
  2. Untuk mendapat diameter-diameter tersebut, diperlukan foto yang dibuat paralaks dan masing masing pengukuran dibuat dua kali ekposisi. 
  3. Saat ini terdapat Ultrasonografi yang dapat mengukur diameter biparietal dengan cukup memuaskan dan tidak membahayakan janin.

Sekarang pelvimetri Roentgenologis tidak lagi dianggap perlu dalam penanganan persalinan dengan presentasi kepala janin pada ibu yang diduga mempunyai panggul sempit. Tetapi, kalau persalinan pervaginam diantisipasi untuk seorang janin dengan presentasi sungsang, pelvimetri rentgenologis masih tetap merupakan standart perawatan yang dapat diterima dibanyak pusat kedokteran.

Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk menentukan apakah bayi dapat dilahirkan pervaginam. Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu tidak dapat dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas panggul merupakan salah satu factor yang menentukan hasil akhir. Terdapat sekurangnya lima factor yang dihadapi : (1) ukuran dan bentuk panggul tulang, (2) Ukuran kepala janin, (3) Kekuatan kontraksi uterus, (4) kekuatan moulage kepala janin, (5) presentasi dan posisi janin. Hanya factor yang pertama yang dapat dipertanggung jawabkan dengan pengukuran radiografik yang agak teliti. Dikenal dua macam pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis. Pelvimetri klinis mempunyai arti penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul,panggul tengah dan memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roentgenologis akan diberikan gambaran yang jelas tentang bentuk panggul, ketepatan tambahan dalam pengukuran pelvis , serta dapat dilakukan pengukuran diameter penting yang sulit diperoleh secara tepat dengan cara pengukuran manual yaitu diameter tranversa pintu atas dan tengah panggul.


2.2. Teknik Pelvimetri Roentgenologis 
Kondisi yang digunakan disesuakan dengan jenis pesawat yang dipakai, posisis penderita, besar penderita dan jenis kaset yang dipakai, beberapa tehnik pemeriksaan yang dipakai dalam pelvimetri adalah :

1. METHODE MODIFIKASI THOMS 
Pengukuran palvimetri pada metode ini diperlukan dua posisi yaitu lateral dan inlet (supero inferior). Menurut Thoms dan Wilson bahwa jarak yang ditetapkan pada masing-masing posisi harus sama , agar nilai terhadap pembesaran relative dari dua bayangan akan tetap dak kesalahan dapat diperkecil akibat sinat X yang divergen. Pada pembuatan secara tehnik ini diidentifikasi penentuan level titik anterior pada simpisis pubis dapat ditetapkan ketelitian sampai 1 cm. sedang penentuan titik posterior menjadi persoalan dalam penentuan titik secara tepat pada intervertebrae lumbal IV dan V. Penelitian Thoms membuktikan bahwa penentuan titik posterior ini dapat berbeda 4 cm dalam pengukuran dan menimbulkan bias 0,2-0,3 cm.. bila pengukuran Thoms dilakukan secara baik, maka metode ini mempunyai ketepatan sampai dengan 2 mm.
a. Posisi Inlet
 
Gambar posisi Inlet
  • Posisi Pasien
    • Pada tubuh penderita ditetapkan titik pada permukaan anterior berjarak 1 cm dibawah batas atas simpisis pubis, dan satu titik pada bagian belakang punggung antara intervertebrae IV dan V
    • Penderita diletakan diatas meja roentgen dan diusahakan bidang sagitalis media pasien tepat pada garis tengah unit meja pelvimeter dan posisi pasien bersandar. 
    • Dengan menggunakan kaliper pengukur jarak , disisi kaliper dibuat sejajar dengan meja yang ditunjukan oleh bayangan udara pada tengah kaca kaliper- diukur jarak bidang imajinasi PAP yang terbentuk oleh kaliper sejajar dengan film 
    • Dilakukan ekposisi pertama dengan posisi setengah duduk yaitu bidang atas panggul yang diukur tetap sejajar dengan film. Tahan nafas diakhir inspirasi pada waktu eksposisi. 
    • Ketinggian skala sentimeter Thoms (Thoms pale) yang berjarak tiap titik 1 cm diatur dan ditempatkan pada meja pelvimeter sesuai dengan ketinggian ukuran yang didapat sebelumnya. 
    • Pada ekposisi yang kedua penderita bergeser sedang film dan tabung tetap pada posisi semula
  • Sentralisasi : dengan sinar vertical dibidang sagitalis media ke titik 2,5 inci belakang simpisis 
  • Jarak FFD : 36 inchi (90 cm) 
  • Ukuran film : 12 x 12 inchi (30 x 30 cm)

b. Posisi Lateral
  • Posisi Pasien 
    • Penderita berdiri dimuka diafragma potter Bucky yang vertical. Dapat dalam posisis lateral kanan atau kiri. Diusahakan agar panggul bersentuhan dengan bidang vertical dan posisi lengan menyilang ke atas 
    • Dengan menggunakan pengukur jarak diusahakan agar posisi lipatan tengah gluteal dan lipatan tengah labia dama jauhnya dari meja. 
    • Ekposisi pertama dibuat setelah penderita tahan nafas diakhir inspirasi 
    • Skala sentimeter Thoms diukur sesuai jarak yang didapat dan ditempatkan pada meja pelvimeter 
    • Pada ekposisi kedua penderita bergeser, sedang film dan tabung tetap pada posisi semula.
 Gambar posisi lateral
  • Sentralisasi : pada pertengahan daerah insisura ischiadika mayor dengan sinar horizontal 
  • Jarak FFD : 36 inci (90 cm) 
  • Ukuran film : 14x 17 inci atau 18 x 24 inci
Pada pembuatan foto yang baik ,maka pada posisi lateral harus tampak dengan jelas batas atas dan bawah simpisis pubis, acetabelum, spina ischiadica, tuberositas ischiadika, vertebrae lumbal bawah dan permukaan anterior sacrum, arcus sacroischiadika. Kaput femoris kiri dan kanan harus superposisi satu dengan yang lain. Sedang posisi inlet tampak pandangan aksial PAP, spina ischiadica dan dinding pintu bawah panggul serta titik hitam dari proyeksi skala sentimeter Thoms.

2. METHODE BALL  
1. Posisi AP
  • Posisi Pasien 
    • penderita berdiri tegak dan dipusatkan pada bidang sagitalis media dari tubuh pada garis tengah diafragma Potter Bucky 
    • Film ditempatkan melintang agar kedua trokhanter mayor masuk bidang film 
    • Diatur diafragma Potter Bucky sehingga batas bawah film satu inci dibawah garis tuber ischiadica (sebagai tanda adalah lipatan gluteofemoral) 
    • Pasien difiksir agar tidak bergerak dan pada waktu ekposisi penderita menahan nafas
  • Sentralisasi : sinar melalui sagitalis mediam tegak lurus pada batas atas simpisis pubis. Bila diperlukan . Bila diperlukan film yang stereoskopis dilakukan dengan menggerakan tube ke atas 3 inci dari level yang digunakan posisi lateral agar didapat film yang stereoskopis
  • Ukuran Film : 18 x 24 inci atau 14x 17 inci  
2. Posisi Lateral 
  • Posisi Pasien 
    • Penderita dari anteroposterior diputar 900 menjadi true lateral dan penderita berdiri pada posisi lateral kanan , sehingga gluteus kanan menyentuh diafragma potter Bucky
    • Ditempatkan film memanjang sehingga fundus uteri masuk dalam bidang film 
    • Posisi tubuh diatur agar tepi lateral gluteus tepat pada batas lateral film 
  • Sentralisasi : pada jarak 1 inci diatas tepi superior trochanter mayor
  • Jarak FFD = 36 inci
  • Ukuran Film : 18 x 14 inci atau 14 x 17 inci 
Penghitungan hasil pengukuran yang sebenarnya dicari dengan menggunakan nomogram holmquest.

3. METHODE COLCHER - SUSSMAN
Prinsip metode ini bahwa jarak titik yang diukur harus sebidang dengan alat pengukur sehingga bidang level yang sama mempunyai distorsi yang sama pula.

1. Posisi AP (Anteroposterior) 
  • Posisi Pasien 
    • Penderita diletakan diatas meja dengan posisi supine sehingga bsagitalis media tepat pada garis tengah meja 
    • Kedua lengan disamping tubuh dan kedua bahu diletakan pada satu bidang tranversa. Lutut ditekuk untuk menaikan pelvis bagian atas serta kedua telapak kaki menapak pada meja dan diberi bantalan pasir agar tidak bergerak 
    • Alat pelvimeter dipasang tranversa pada lipatan glutea setinggi dataran tuber isciadika , yang terletak kira-kira 10 cm dibawah batas atas simpisis
  • Sentralisasi : tepi atas simpisis pubis
  • Jarak FFD : 36 atau 40 inchi 
  • Ukuran Kaset : 30 x 40 cm atau 35 x 35 cm
2. Posisi Lateral
  • Posisi Pasien 
    • Pasien berbaring miring pada sisi kiri atau kanan sedemikian rupa sehingga trokhanter mayor pada garis tengah meja 
    • Kedua lengan membentuk sudut 900 dengan sumbu panjang tubuh dan kedua lutut flexi saling berlipat. Scapula terletak pada satu bidang vertical 
    • Alat pelvimeter diletakan memanjang pada bidang sagitalis media daerah lipatan glutea.
    • Tahan nafas waktu ekposisi 
  • Sentralisasi : sinar tegak lurus pada trokanter mayor femur
  • Ukuran kaset : 30 x 40 cm atau 36 x 35 cm 
  • Jarak FFD : 36 atau 40 inci.

2.3. Teknik Penghitungan dan Pengukuran 
Sebenarnya ada banyak method pengukuran lebar panggul pada pemeriksaan pelvimetri, antara lain :
  1. Pengukuran dengan Penghitungan Geometris dan koreksinya
  2. Pengukuran Menurut Metode Thoms 
  3. Pengukuran Metode Ball 
  4. Pengukuran Metode Coicher Sussman 
  5. Pengukuran Metode Emerik Markoviks 
  6. Pengukuran menurut David Sutton 
  7. Pengukuran Menurut Isodine Meschan 
  8. Pengukuran Menurut Mangert 
Namun yang akan dibahas disini hanya beberapa methode pengukuran, yakni Pengukuran dengan perhitungan distorsi geometris dengan koreksinya, Pengukuran Menurut Metode Thoms, Pengukuran Metode Ball dan Pengukuran Metode Coicher Sussman

I. Pengukuran dengan perhitungan distorsi geometris dengan koreksinya 
Distorsi yang terjadi pada bayangan film, terjadi karena adanya sinar X yang difergen: sehingga menyebabkan objek film menjadi lebih besar. Besarnya distorsi ini ditentukan oleh 3 faktor yaitu ukuran onjek,jarak target film dan jarak objek film. 
Jika :

T : titik fokal dari tabung sinar X
S1S2 : Ukuran objek yang sebenarnya (cm)
F1F2 : Ukuran bayangan gambar pada film (cm)
TF : jarak target fim (cm)
S1F1 : jarak objek film (cm)

Dengan menggunakan persamaan segitiga dapat dihitung :
S1S2      TS3       TS
------ =  ----- =   ----        -------------->>  S1S2=F1F2=TS/TF
F1F2      TF3       TF

Jadi :  
Ukuran yang sebenarnya dapat dihitung dari ukuran bayangan film yang yerbentuk dikalikan dengan factor koreksi (TS/TF) .pembilang factor koreksi TS dihitung dari TF –SF

II. Pengukuran Methode Modifikasi Thoms

Pintu Atas Panggul
  1. Anteroposterior: berasal dari titik dipermukaan belakang simpisis 1 cm dibawah batas superior belakang bagian permukaan anterior sacrum pada titik permukaan dari perpanjangan linea iliopektinea ( titik posterior ini dapat tidak terletak pada promontoriuum sacrum)
  2. Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea 
  3. Sagital posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan dari diameter tranversa
 Gambar Pengukuran Cara Thoms
Bidang Tengah Panggul
  1. Anteroposterior: dari titik tepi batas bawah simpisis yang ditarik ke belakang melalui spina ischiadica ke sacrum yang biasanya terletak diantara vertebrae sakralis ke IV dan V
  2. Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea 
  3. Sagitalis posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan diameter tranversa

Pintu Bawah Panggul
  1. Tranversa : jarak antara permukaan dalam dari tuberischiadica (disebut juga diameter bituberial dan mudah diukur dengan palpasi manual dan tidak perlu pengukuran radiologist
  2. Sagitalis posterior : Jarak antara titik tengah diameter tranversa dan ujung dakrum. 
  3. Hasil pengukuran diameter PAP dapat langsung terukur sesuai dengan panjang skala Thoms yangterproyeksi pada film. Tetapi diameter tranversal bidang tengah panggul dari diameter bispina harus dilakukan koreksi. Menurut Meschan besarnya koreksi pada ketinggian 72 inci adalah 5 %.

III. Pengukuran Methode Ball
Pintu Atas Panggul 
  • Diameter anteroposterior (promontorium ke pubis (11,5 cm)
  • Diameter tranversa ( 12,5 cm) 
Bidang Tengah Panggul

  • Diameter anteroposterior (simpisis pubis ke bagian bawah segmen sacral 5 (12,6 cm) jarak ini terdiri dari 2 segmen
  • Jarak dari simpisis pubis ke garis interspinosus (8,3) 
  • Jarak antara interspinosus ke segmen sakralis (4,3 cm) 
  • Diameter interspinosus (10,5 cm)
Pintu Luar Panggul 
  • Diameter tranversa (bituberal) (10,4 cm)

IV. Pengukuran Methode Colcher-Sussman 
Pintu Atas Panggul 
  • Diameter anteroposterior (I-G) : dari tepi atas simpisis bagian dalam ke permukaan dalam sacrum setinggi garis iliopectinia . melalui pertengahan tepi pelvis dan puncak arcus sakro ischiadika pincak arcus sakroischiadika diperkirakan dari satu dengan yang lainya 
  • Diameter tranversa (A-A’) adalah diameter melintang terbesar PAP
 GambaPengukuran cara colcher-sussman

Bidang Tengah Panggul
  • Diameter anteroposterior (P-M) : dari bawah bagian dalam simpisis melalui titik pertengahan bentuk spina ischiadika ke tepi anterior sacrum
  • Diameter tranversa (B-B’) : diameter tranversa interspinorum (F)

Pintu Bawah Panggul

  • Diameter anteroposterior (post sagital ST) : dari titik pertengahan tuberischiadikum (T) ke tepi bawah sacral terakhir. Titik T dicari pada proyeksi lateral, ditarik garis yang diproyeksikan dari batas foramen obturatorius ke titik terbawah tuber ischiadica. Kedua titik ini dihubungkan dan titik T pertengahan tuber ischiadika adalah pertengahan dari kedua titik tersebut
  • Diameter tranversa (bituberal) (C-C’) : pada proyeksi anteroposterior yang ditarik melalui garis lurus dari tepi lateral PAP ke dinding lateral pelvis atas yang nampak sebagai garis putih pada film ke perpotongan tepi bawah tuberositas ischiadika

Ukuran harga normal dari pengukuran diameter anteroposterior dan tranversa secara Colcher –Sussman:
  1. PAP: anteroposterior+tranversa = 22-24 cm
  2. PTP: anteroposterior+tranversa = 20-22 cm 
  3. PBP: anteroposterior+tranversa + 16-18,5 cm

PENUTUP
Kesimpulan 

Kesimpulan yang dapat ditarik antara lain :
  • Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk meentukan apakah bayi dapat dilahirkan pervaginam.
    • Adapun methode teknik pemeriksaan pelvimetri yang umum digunakan, antara lain : 
      1. Metode Modifikasi Thoms 
      2. Metode Ball 
      3. Metode Coicher-susman
  • Adapun kelebihan dari pelvimetri radiologis dibanding pengukuran manual antara lain :
    1. Pemeriksaan ini memberikan ketelitian sampai ke tingkat pengukuran yang tidak dapat dilakukan secara klinis. Arti klinis ketelitian ini menjadi jelas kalau hasil pengukuran konjugata diagonalis dianggap pendek. Kalau conjugate diagonalis lebih dari 11,5 cm, dimensi anteroposterior PAP sangat jarang sempit. Tetapi bila conjugate diagonalis kurang dari 11,5 ukuran ini tidak selalu merupakan indek yang dapat diandalkan sebagai konjugata obstetrk, karena perbedaan antara kedua diameter ini, biasanya sekitar 1,5 cmdapat berkisar dari kurang dari 1 atau lebih dari 2 cm.
    2. Pemeriksaan ini dapat memberikan ukuran yang tepat. Dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter tranversal PAP dan diameter interspinarum (diameter tranversa panggul tengah).
  • Dan keterbatasan pemeriksaan radiologi Pelvimetri, antara lain :
    1. Pelvimetri hanya dapat mengukur bagian keras panggul (tulang) dan tidak dapat mengevaluasi dari bagian jaringan lunak, perubahan pengecilan kepala, kekuatan uterus dalam persalinan dan derajat relaksasi ligamentum pelvis. Fine melakukan penelitian retrospektif masing-masing pada 100 wanita dengan tehnik Thoms dan Ball: didapat 28,6 % penderita yang dilakukan pengukuran pelvimetri dengan metode Thoms didapatkan kesempitan PAP atau bidang tengah panggul. Begitu pula terdapat 22,5% disproporsi absolute dengan cara modifikasi ball, ternyata dapat dilahirkan pervagimam tanpa komplikasi. 
    2. Adanya kemungkinan false positif dan false negative pada pemeriksaan pelvimetri, disarankan agar pelvimetri tidak digunakan sebagai satu-satunya petunjuk tunggal untuk pengambilan keputusan dalam tindakan persalinan.


DAFTAR REFERENSI
Disadur dari
http://digilib.unsri.ac.id


Referensi :

1. Mochtar R. Sinopsis obstetric. 2nd ed, Jakarta :EGC 1992; 81-86, 359-364
2. Wiknjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. 2nd ed, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawiroharjo 1991; 1-14
3. Wiknjosastro H. Anatomi jalan lahir. Dalam: Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadi T Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1992; 102-112
4. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. The Normal Pelvis. In: William Obstetrics, 19thed. Appleton and Lange, 1993; 283-294
5. Oxorn H. Panggul Obstetrik.In: Hakimi M. Human labor And Birth ed. Bahasa Indonesia: Yayasan Esentia Medica,1990 21-37
6. Thurnau GR, Hales KA, Morgan MA. Evaluation Of The Feral Pelvic Relationship. Clin Obstet Gynecol 1992; 35: 570-579
7. Varner MW, Cruikshank DP, Douglas WL. X-Ray Pelvimetry in Clinical Obstetrics. Am J Obstet Gynecol 1980; 56: 296-299
8. Mathies HJ. X-Ray Pelvimetry. In: Sciarra JJ Gynecology and Obstetrics, revised ed. Philadelphia: Harper and Row, 1883; 1-4
9. Prawirohardjo S. (ed) : Ilmu Kebidanan Edisi II, Yayasan Bina Pustaka Jakarta 1981: 94-104,587-599
10. Shanks S.C, Kerley P : Texbook Of X-Ray Diagnostic, Volume III second Edition , HK. Lewis, London ,1950: 576-638
11. Tadjuludin T: Imbang Foto Pelvic Mimeograft, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fak KedoK Univ Indonesia, Jakarta,1961: 1-3
12. Theodore E. Keats, Lee B. Lusted: Atlas of Roentgenographic Measurement 5th ed. 1985: 403-435

13. David Sutton: Texbook of Radiology And Medical Imaging International Student Edition Volume II, Curcil Livingstone,1987; 12081240
14. Alfred CB, Alexander HR: Obstetric Practice 7th ed. Baltimore: The Williams And Wilkins Compani 1958; 305-319
15. Eastman, Helman: Pelvimetri in Williams Obstetric 12th ed. Appleton Century –Crofts Mc: new york; 245-260